:::: MENU ::::
  • "Learn To Program a Computer, It Teaches You How To Think"-Steve Jobs

  • "Teaching is Leading"-Anonymous

  • "Writing! Then the World Will Know You"-Anonymous

Saturday, December 6, 2014

            Jakarta, siapa yang tidak tahu kota Jakarta. Sebuah kota yang diberi julukan kota Metropolitan ini. Kota dimana dijadikan tempat untuk mempertahankan hidup. Banyak orang beranggapan bahwa Jakarta merupakan kota untuk berjuang mengais rezeki. Menjadi tempat untuk mencari sesuap nasi.
            Namun sayang, kini ibu kota negara kita tercinta, Jakarta, sudah banyak masalah yang harus diselesaikan. Dimulai dari masalah banjir, kemacetan dimana-mana, pencopetan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan masalah lainnya. Siapakah yang menjadi tugas akan penyelesaian masalah ibu kota negara kita tercinta ini. Tentu saja seluruh lapisan masyarakat Jakarta harus turun tangan dalam penyelesaian masalah ini.
            Ditulisan kali ini akan lebih membahas mengenai kemacetan.
Banyak jalan-jalan di Jakarta masih terlihat kemacetan dimana-mana. Menjadikan masalah ini menjadi masalah utama bagi masyarakat Jakarta. Seperti bisa kita lihat di jalan-jalan raya, masih terdapat banyak  beberapa kemacetan. Kemacetan disebabkan karena beberapa hal. Diantaranya, kurang sadarnya para pengendara akan peraturan lalu lintas, tidak sabarnya para pengendara untuk menunggu lampu merah bertransformasi menjadi lampu hijau, razia dadakan oleh  para polantas dipjnggir jalan, rusaknnya sistem lampu lalu lintas dan masih banyak lagi sebab dari kemacetan di jalan-jalan raya.
Mulai dari kurang sadarnya para pengendara terhadap pertaturan lalu lintas, baik sepeda motor maupun mobil, beberapa dengan mudahnya menghiraukan peraturan yang sudah dibuat. Seakan-akan peraturan dibuat hanyalah untuk hiasan saja. Seperti waktu terjadi kemacetan di sepanjang jalan Pahlawan Revolusi sebelum flyover Klender, para pengendara sepeda motor dengan mudahnya melalui trotoar. Trotoar seharusnya digunakan untuk para pejalan kaki, tapi dikarenakan kurang sadarnya para pengguna jalan, menggunakan seenaknya apa yang seharusnya bukan menjadi haknya.
Pada saat lampu lalu lintas masih mempertunjukan warna pertama dari lampu lalu lintas, para pengendara lagi-lagi dengan mudahnya menerobos tanpa mempunyai rasa bersalah. Apalagi jika pada saat jam berangkat kerja, bisa kita lihat mungkin disebagian jalan-jalan raya masih terdapat kejadian seperti itu. Hingga pada akhirnya, karena sama-sama saling tidak sabar dan saling ingin cepat, terlahirlah sebuah kata, yaitu, ibarat suatu formula dipelajaran sains, Q = m.c.∆T.
Razia dadakan yang suka dilakukan oleh beberapa polantas dipinggir jalan juga menjadikan kemacetan terjadi. Razia ini memang benar dan bagus adanya jika memang dilaksanakan “sesuai dengan prosedur”. Tapi seperti kita tau, mungkin tidak banyak yang mengetahui akan hal ini. Pada saat dilakukannya razia, beberapa pengendara padahal sudah memenuhi prasyarat untuk  mengemudi, diantarnya surat-surat seperti STNK  dan SIM. Namun, seperti yang bisa kita lihat dan dengar dari masyarakat, bahwasanya, ada beberapa dari para perazia yang terus mencari kesalahan dari pengendara. Tidak  tahu apa maksud dan tujuannya mereka melakukan ini. Apakah hanyak  untuk mendapatkan tambahan beberapa lembar kertas bernominal, atau memang sengaja yang tidak jelas apa maksud dan tujuannya.
Bisa kita bayangkan, pengendara yang sudah lengkap akan hal untuk mengemudi, baik dari surat-surat maupun keadaan kendaraannya, saja masih bisa-bisanya para razia mencari kesalahan dari si pengendara. Lalu bagaimana dengan para pengendara yang abis kehilangan akan surat-surat seperti STNK, SIM dan KTP mengemudi dijalan raya ? Apakah tetap salah ? Tak adakah toleransi dari para perazia ? Okelah kalau memang peraturan tetaplah peraturan. Namun coba bayangkan jika kita menjadi korban dari hilangnya surat-surat tersebut. Renungkan bila kita menjadi dia, setiap hari harus tetap terus bekerja dan berusaha untuk mendapatkan lembar bernominal. Harus berangkat dengan cepat agar tidak kesiangan. Namun ditengah perjalanan ada razia dadakan dan dirazia, alias sekarang istilahnya  adalah ditilang. Padahal sebelumnya sudah membawa surat keterangan hilang dari kepolisian langsung. Tetap saja salah. Memang jika dilihat secara logika orang tersebut salah, namun tak adakah dispensasi sedikit untuk para korban seperti itu ? Pernahkah mereka berpikir bagaimana perasaan menjadi si korban. Bisa dibayangkan sendiri. Hanya untuk mendapatkan lembar bernominal tambahan, harus  tetap memaksa para korban seperti ini. Apakah uang dari Pusat kurang bagi mereka ? Sudah dapat banyak dan lebih, masih kurang juga, terbukti sifat dasar manusia. Tidak salah jika banyak lapisan masyarakat yang kurang menyukai akan para perazia ini. Dan tidak salah juga jika perut mereka buncit. Tuhan saja Maha Pemaaf, masa hambaNya tidak ada sedikit dispensasi sedikit pun. Hopefully, cepat sadar dan lebih BIJAK tuk mengambil keputusan.
Kurang bekerjanya lampu lalu lintas juga menjadikan kemacetan terlahir dijalan-jalan ibu kota ini. Hal ini mengakibatkan para pengguna jalan bingung dan gerasak-gerusuk berebutan untuk dulu-duluan. Bukankah seharusnya para polantas berperan dalam hal ini ? Kemanakah mereka disaat masyarakat membutuhkan mereka seperti kejadian tersebut ? Disaat keadaan seperti ini, malah mereka asik-asiknya melakukan razia yang mungkin kita tidak tahu apakah razia itu resmi atau bukan. Kalaupun resmi, seharusnya kita bisa minta lembar tilang dari mereka, tapi apa ? Kita tidak dikasih dan mereka minta untuk “damai”. Sungguh ironis sekali rupanya.

Memang ridak hanya tugas dari mereka saja untuk  menyelesaikan masalah ini. Semua lapisan masyarakat juga wajib berperan penting dalam hal ini. Kita harus sama-sama bekerja sama untuk menciptakan suasana berlalu lintas yang tertib dan bersih. Seperti apa yang kita harapkan bersama. Tidak seperti beberapa orang yang tak mengharapkan akan hal itu terjadi.

0 komentar:

Post a Comment