Jakarta,
siapa yang tidak tahu kota Jakarta. Sebuah kota yang diberi julukan kota
Metropolitan ini. Kota dimana dijadikan tempat untuk mempertahankan hidup.
Banyak orang beranggapan bahwa Jakarta merupakan kota untuk berjuang mengais
rezeki. Menjadi tempat untuk mencari sesuap nasi.
Namun
sayang, kini ibu kota negara kita tercinta, Jakarta, sudah banyak masalah yang
harus diselesaikan. Dimulai dari masalah banjir, kemacetan dimana-mana,
pencopetan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan masalah lainnya.
Siapakah yang menjadi tugas akan penyelesaian masalah ibu kota negara kita
tercinta ini. Tentu saja seluruh lapisan masyarakat Jakarta harus turun tangan
dalam penyelesaian masalah ini.
Ditulisan
kali ini akan lebih membahas mengenai kemacetan.
Banyak jalan-jalan di Jakarta masih
terlihat kemacetan dimana-mana. Menjadikan masalah ini menjadi masalah utama
bagi masyarakat Jakarta. Seperti bisa kita lihat di jalan-jalan raya, masih
terdapat banyak beberapa kemacetan. Kemacetan
disebabkan karena beberapa hal. Diantaranya, kurang sadarnya para pengendara
akan peraturan lalu lintas, tidak sabarnya para pengendara untuk menunggu lampu
merah bertransformasi menjadi lampu hijau, razia dadakan oleh para polantas
dipjnggir jalan, rusaknnya sistem lampu lalu lintas dan masih banyak lagi sebab
dari kemacetan di jalan-jalan raya.
Mulai dari kurang sadarnya para pengendara
terhadap pertaturan lalu lintas, baik sepeda motor maupun mobil, beberapa
dengan mudahnya menghiraukan peraturan yang sudah dibuat. Seakan-akan peraturan
dibuat hanyalah untuk hiasan saja. Seperti waktu terjadi kemacetan di sepanjang
jalan Pahlawan Revolusi sebelum flyover Klender, para pengendara sepeda motor
dengan mudahnya melalui trotoar. Trotoar seharusnya digunakan untuk para
pejalan kaki, tapi dikarenakan kurang sadarnya para pengguna jalan, menggunakan
seenaknya apa yang seharusnya bukan menjadi haknya.
Pada saat lampu lalu lintas masih
mempertunjukan warna pertama dari lampu lalu lintas, para pengendara lagi-lagi
dengan mudahnya menerobos tanpa mempunyai rasa bersalah. Apalagi jika pada saat
jam berangkat kerja, bisa kita lihat mungkin disebagian jalan-jalan raya masih
terdapat kejadian seperti itu. Hingga pada akhirnya, karena sama-sama saling
tidak sabar dan saling ingin cepat, terlahirlah sebuah kata, yaitu, ibarat
suatu formula dipelajaran sains, Q = m.c.∆T.
Razia dadakan yang suka dilakukan oleh
beberapa polantas dipinggir jalan
juga menjadikan kemacetan terjadi. Razia ini memang benar dan bagus adanya jika
memang dilaksanakan “sesuai dengan prosedur”. Tapi seperti kita tau, mungkin
tidak banyak yang mengetahui akan hal ini. Pada saat dilakukannya razia,
beberapa pengendara padahal sudah memenuhi prasyarat untuk mengemudi, diantarnya surat-surat seperti STNK
dan SIM. Namun, seperti yang
bisa kita lihat dan dengar dari masyarakat, bahwasanya, ada beberapa dari para
perazia yang terus mencari kesalahan dari pengendara. Tidak tahu apa maksud dan tujuannya mereka melakukan
ini. Apakah hanyak untuk mendapatkan
tambahan beberapa lembar kertas bernominal, atau memang sengaja yang tidak
jelas apa maksud dan tujuannya.
Bisa kita bayangkan, pengendara yang
sudah lengkap akan hal untuk mengemudi, baik dari surat-surat maupun keadaan
kendaraannya, saja masih bisa-bisanya para razia mencari kesalahan dari si
pengendara. Lalu bagaimana dengan para pengendara yang abis kehilangan akan
surat-surat seperti STNK, SIM dan KTP mengemudi dijalan raya ? Apakah
tetap salah ? Tak adakah toleransi dari para perazia ? Okelah kalau memang
peraturan tetaplah peraturan. Namun coba bayangkan jika kita menjadi korban
dari hilangnya surat-surat tersebut. Renungkan bila kita menjadi dia, setiap
hari harus tetap terus bekerja dan berusaha untuk mendapatkan lembar bernominal.
Harus berangkat dengan cepat agar tidak kesiangan. Namun ditengah perjalanan
ada razia dadakan dan dirazia, alias sekarang istilahnya adalah ditilang.
Padahal sebelumnya sudah membawa surat keterangan hilang dari kepolisian
langsung. Tetap saja salah. Memang jika dilihat secara logika orang tersebut
salah, namun tak adakah dispensasi sedikit untuk para korban seperti itu ?
Pernahkah mereka berpikir bagaimana perasaan menjadi si korban. Bisa dibayangkan
sendiri. Hanya untuk mendapatkan lembar bernominal tambahan, harus tetap memaksa para korban seperti ini. Apakah
uang dari Pusat kurang bagi mereka ?
Sudah dapat banyak dan lebih, masih kurang juga, terbukti sifat dasar manusia. Tidak
salah jika banyak lapisan masyarakat yang kurang menyukai akan para perazia
ini. Dan tidak salah juga jika perut mereka buncit.
Tuhan saja Maha Pemaaf, masa hambaNya tidak ada sedikit dispensasi sedikit pun.
Hopefully, cepat sadar dan lebih BIJAK tuk mengambil keputusan.
Kurang bekerjanya lampu lalu lintas juga
menjadikan kemacetan terlahir dijalan-jalan ibu kota ini. Hal ini mengakibatkan
para pengguna jalan bingung dan gerasak-gerusuk berebutan untuk dulu-duluan. Bukankah
seharusnya para polantas berperan
dalam hal ini ? Kemanakah mereka disaat masyarakat membutuhkan mereka seperti
kejadian tersebut ? Disaat keadaan seperti ini, malah mereka asik-asiknya
melakukan razia yang mungkin kita tidak tahu apakah razia itu resmi atau bukan.
Kalaupun resmi, seharusnya kita bisa minta lembar tilang dari mereka, tapi apa
? Kita tidak dikasih dan mereka minta untuk “damai”. Sungguh ironis sekali rupanya.
Memang ridak hanya tugas dari mereka
saja untuk menyelesaikan masalah ini. Semua
lapisan masyarakat juga wajib berperan penting dalam hal ini. Kita harus
sama-sama bekerja sama untuk menciptakan suasana berlalu lintas yang tertib dan
bersih. Seperti apa yang kita harapkan bersama. Tidak seperti beberapa orang
yang tak mengharapkan akan hal itu terjadi.
0 komentar:
Post a Comment